Pengukuhan Guru besar Fakultas Hukum UNS Prof. Dr. Emmy Latifah, S.H., M.H., AIIArb., FCIArb.

FH UNS – Universitas Sebelas Maret telah menyelenggarakan pengukuhan guru besar pada hari Selasa, 11 Februari 2025 bertempat di Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS. UNS mengukuhkan Prof. Dr. Emmy Latifah, S.H., M.H., AIIArb., FCIArb. sebagai guru besar hukum perdagangan internasional fakultas hukum UNS, dengan menyampaikan pidato inaugurasi yang berjudul “Kecerdasan Buatan dan Perdagangan Internasional: Sebuah Lanskap Baru Yang Membutuhkan Pengaturan Lebih Lanjut”.

Pidato inaugurasi Prof. Emmy di awali dengan sebuah kutipan dari Roberto Carvalho, Sekretaris Jenderal WTO periode 2013-2020, Roberto Carvalho menyatakan bahwa perdagangan dan teknologi memiliki kaitan yang erat, Perkembangan teknologi membawa kita pada pergeseran cara kita berdagang dengan siapa kita berdagang dan apa yang kita perdagangkan.

Beliau menyampaikan dalam pendahuluan dalam penelitian yang telah dilakukan bahwa Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, mulai dari mobil otonom asisten digital, robot penasehat hukum, layanan praktik hukum otomatis, mesin pembelajar dan lain sebagainya. Meskipun belum ada keseragaman definisi AI secara global, beberapa negara telah mulai mengatur dan mendefinisikan secara umum mengenai AI dalam hukum nasional mereka. Pertama, Inggris telah dibahas dalam The UK Government White Paper Of 2020 yang berjudul A Pro-Innovation Approach To AI Regulation. Kedua, China sebagai negara baru yang sedang gencar-gencarnya mengembangkan AI juga belum menawarkan definisi serta belum menciptakan pengaturan dalam hukum nasionalnya. Ketiga, Amerika Serikat memiliki dua undang-undang yaitu The Bill For The Future Of Artificial Intelligence Act Of 2017 dan The Algorithmic Accountability Act Of 2019, dan yang terakhir Uni Eropa memiliki aturan yang disebut Communication On Artificial Intelijen For Europe 2018, selain itu Uni Eropa juga membentuk group of experts yang diberi nama The European Commission  High-Level Expert Group On Artificial Intelligence pada tahun 2019. Sementara itu, Indonesia melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menerbitkan strategi nasional AI 2020-2045,  namun masih dalam tahap penyusunan kebijakan secara garis besar serta belum mengatur secara eksplisit tentang pemanfaatan AI.

/

Dalam konteks perdagangan jasa, WTO mengatur melalui General Agreement on Trade in Services atau GATS dengan 4 mode penyediaan jasa antara lain : Mode 1: cross border supply, Mode 2: consumption abroad, Mode 3: commercial presence, dan Mode 4: cross border movement of natural person. Prof. Emmy memberikan contoh kemunculan AI seperti robot pengacara atau robot lawyer. Apabila robot lawyer digolongkan sebagai praktisi yang berkualifikasi dan dimasukkan ke dalam mode 1 atau mode 2 menimbulkan tantangan pengkategorian kualifikasi sebagai pengajaran di wilayah yurisdiksinya dan pemberian kepribadian dalam sistem AI akan menimbulkan berbagai pertentangan serta masih banyak yang menentang karena dinilai tidak etis memberikan status kepribadian digital kepada robot, maka dari itu mode 1 dan 2 menjadi tidak relevan, demikian pula dengan mode 3 ataupun mode 4 di dalam GATS juga tidak sesuai karena kedua mode ini penyedia jasa harus merupakan subjek hukum sementara robot lawyer belum dikategorikan sebagai subjek hukum.

Hal ini juga berpengaruh pada bidang kekayaan intelektual. AI telah dapat menggantikan peran manusia dalam industri kreatif, namun Prof. Emmy memaparkan bahwa perlunya pemahaman terhadap definisi author atau pencipta dalam hal ini paten dalam perjanjian WTO yeng membahas Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) mengatur mengenai kekayaan intelektual konsep pencipta adalah seseorang bukan mesin sehingga ketika mesin memiliki kemampuan melebihi kemampuan manusia maka hal tersebut belum mendapatkan pengakukan berdasarkan perjanjian TRIPS, sebagai contoh kasus DABUS Patent dimana robot AI dapat menghasilkan robot baru, Namun AI ini tidak dapat dinyatakan sebagai pencipta atas paten robot yang dihasilkan. demikian AI yang membantu menghasilkan karya sastra, drama, musik, dan seni belum mendapatkan ruang untuk dapat pengakuan sebagai pencipta berdasarkan konsep yang ada.

Prof. Emmy menyampaikan kesimpulan dalam penutup beliau menyatakan tantangan hukum perdagangan internasional atas pemanfaatan AI, belum memberikan ruang terhadap persoalan yang ditimbulkan oleh keterlibatan AI di bidang perdagangan jasa dan kekayaan intelektual. Disisi lain, setiap negara dalam berbagai variasi sudah terdapat negara yang telah menindaklanjuti kehadiran dan pemanfaatan AI di bidang perdagangan internasionalnya serta mengaturnya ke dalam hukum nasional, namun tidak dipungkiri masih banyak juga negara yang belum menindaklanjuti terkait pemanfaatan AI. Menghadapi tantangan ini, terdapat dua usulan yang diajukan oleh Prof. Emmy yaitu: pertama, mempertimbangkan mode kelima dalam GATS untuk mengakomodasi layanan berbasis AI, meskipun masih memerlukan kajian mendalam tentang konsep kepribadian digital. Kedua, merekomendasikan programmer atau pengguna software sebagai pencipta/penulis, atau bahkan mempertimbangkan AI sebagai penulis. Namun, usulan ini menghadapi tantangan karena perbedaan sistem hukum antar negara dan kesenjangan teknologi antara negara maju dan berkembang. Mencari solusi atas permasalahan ini masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk menjembatani berbagai kepentingan dan sistem hukum yang berbeda.

Humas – FH UNS


Leave a Reply