FH UNS – Grup Riset Hukum Islam dan Peradaban Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar seminar bertajuk Diseminasi Penggunaan Shopee Pay Later dalam Perspektif Hukum Islam. Seminar berlangsung di Solo Technopark, Senin (26/6/2023). Kegiatan ini dihadiri puluhan peserta dari Mahasiswa UNS dan Komunitas Emak Blogger Solo.
Dr. Solikhah, S.H., M.H., selaku ketua pengabdian menyampaikan umat Islam perlu mencermati lebih jauh, terutama mengenai status pay later dalam pandangan Hukum Islam. Belanja sekarang bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) menjadi topik yang dibicarakan. Paylater merupakan metode pembayaran dimana konsumen membeli barang atau jasa dan membayarnya dalam jangka waktu tertentu (kredit) dengan biaya tambahan ataupun bunga.
Survei DailySocial sepanjang tahun 2021 konsumen paling banyak menggunakan layanan Shopee Paylater. Persentasenya mencapai 78,4%. Kemudian disusul, Gopay Later berada di urutan kedua sebanyak 33,8%. Tingginya penggunaan pay later di Indonesia inilah yang menjadi sorotan Grup Riset Hukum Islam dan Peradaban UNS.
“Beberapa kemudahan pay later tidak diimbangi dengan kemampuan literasi keuangan Syariah, khususnya dalam penggunaan Shopee Paylater yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, tim peneliti berbagi dan bertukar pengalaman mengenai penggunaan Shopee Paylater dalam perspektif Hukum Islam,” terang Dr. Solikhah.
Pakar hukum ekonomi Islam, Hatta Syamsuddin, Lc., M.H.I., menjadi pembicara dalam kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Hibah Grup Riset (HGR) ini. Ia menjelaskan bahwa akad yang dilaksanakan pada praktik pembelian produk dengan cara membayar pay later di Shopee adalah akad Qardh. Konsumen juga dikenakan biaya penanganan sebanyak 1% tiap transaksi.
Penetapan biaya penanganan semacam ini dinilai tidak sesuai dengan hukum Islam. Menurut hukum Islam, tidak diperkenankan menetapkan biaya penanganan menggunakan persentase, yang menyebabkan biaya penanganan bisa berubah-ubah. Penggunaan persentase dalam biaya penanganan, akan berpotensi menjadikan transaksi ini sebagai riba.
“Harusnya sejak awal ditetapkan nilai pastinya, bukan disebut dalam bentuk prosentase. Kalau pakai prosentase bisa dikategorikan riba,” jelas Hatta.
Pada praktik pembelian dengan pay later ini terdapat bunga minimal 2,95%. Sehingga pembelian produk di Shopee menggunakan pay later merupakan bentuk muamalah yang tidak diperbolehkan. Hatta menambahkan, penetapan bunga pinjaman yang ditentukan di awal bisa dikategorikan sebagai Riba Qardh.
“Beda kasusnya, bila kita meminjam, lalu saat mengembalikan hutang kita memberi kelebihan. Kalau begitu malah diperbolehkan,” tuturnya lagi.
Pengenaan denda turut diberlakukan atas keterlambatan pembayaran tagihan pay later. Denda tersebut bersifat fluktuatif dan tidak sesuai dengan biaya administrasi sebenarnya maka denda ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Bila terjadi keterlambatan, konsumen akan dikenai denda sebesar 5% dari seluruh total tagihan. Diterangkan juga dalam penjelasan ketentuan tersebut, bahwa bila konsumen melakukan pembayaran sebagian tagihan, jumlah itu bakal dipakai untuk membayar bunga dulu. Pembayaran denda juga tidak akan menambah batas kredit konsumen. Menurut Hatta, pengenaan denda keterlambatan ini dikategorikan sebagai Riba Nasiah.
“Dari prosedur pay later ada hal yang tidak sesuai hukum Islam, yakni penetapan biaya penanganan dalam bentuk persentase, adanya bunga pinjaman, dan denda,” pungkas Hatta